Laporan Kegiatan KKN Oktober 2012
Stasi Ratu Rosari Suci – Lanut
Kec. Modayag Kab. Bolaang Mongondow Timur
Pendahuluan
Kegiatan KKN merupakan kegiatan yang diselengarakan oleh Kampus STF-SP sebagai bagian dari studi bagi mahasiswa sekaligus sebagai salah satu bentuk sumbangan dari pihak Kampus bagi masyarakat. Dengan demikian diharapkan bahwa kesempatan KKN sungguh-sungguh menjadi kesempatan untuk ‘kuliah dan kerja nyata’ di tengah gereja dan masyarakat. Pengalaman kuliah dengan banyak hal yang saya terima baik itu menyangkut pembinaan dan pendidikan telah sangat membantu saya selama berada di tempat KKN.
Pada kesempatan KKN ini saya dipercayakan bertempat KKN di Paroki Guaan dan menetap di Stasi Ratu Rosari Suci Lanut. Waktu yang diberikan terhitung sejak tanggal 6 Okotber 2012 dan berakhir sampai pada tanggal 6 Januari 2013.
Dalam laporan Kegiatan KKN ini hendak dilaporkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama berada di tempat KKN. Secara teperinci dalam laporan kegiatan ini akan diberikan gambaran kehidupan religius umat dari umat di Stasi. Dalam laporan tentang situasi umat hendak ditunjukan juga kekuatan-kekuatan umat serta peluang dan ancaman untuk kemudian bisa membantu dalam merancang program kegiatan yang mampu menjawab kebutuhan yang ada di tengah umat. Dan diakhir laporan ini hendak dibuat evaluasi atas kegiatan dan refleksi pribadi atas kegiatan yang telah dilaksakan.
I. Gambaran Umum Masyarakat Desa Lanut.
I.1. Gambaran Umum Masyarakat Desa Lanut
Secara administrasi desa Lanut masuk dalam wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kecamatan Modayag. Sebelah utara berbatasan dengan desa Badaro, sebelah Timur dan Barat berbatasan dengan areal perkebunan dan pertambangan rakyat, sebelah selatan berbatasan dengan desa Bai. Boleh dikatan bahwa desa Lanut dan umumnya desa-desa yang berada di sekitarnya adalah desa-desa yang secara gegografis merupakan desa terpencil. Dikatakan sebagai desa terpencil karena jarak antar desa yang sangat berjauhan tanpa penghuni hanya berupa lahan perkebunan yang luas.
Secara demografis kondisi tanah di desa Lanut mengandung banyak material berupa emas, perak, besi dan tembaga. Hal ini menjadi alasan banyak warga menempati desa Lanut dan bekerja sebagai penambang yakni penambang emas. Tanahnya termasuk tanah liat yang juga bisa dikembangkan menjadi industri rumah tangga tetapi hal ini belum menjadi perhatian warga. Di desa Lanut terdapat beberapa sumber pemandian umum dengan mata airnya sendiri. Tetapi demikian hanya sedikit sumber air yang layak pakai oleh karena kandungannya bebas dari unsur besi dan zat asam.
Secara statistik warga desa Lanut berjumlah sekitar 400 KK. 70% berasal dari Minahasa, 10 % berasal dari Sanger, 10% berasal dari Mongondow dan 10% berasal dari Bugis, Jawa, Kendari.
Dalam bahasa Mogondow kata Lanut berarti ‘pakat’.
Kondisi tanahnya yang pakat membuat orang menyebut daerah ini Lanut. Awalnya daerah ini merupakan daerah tambang emas pada masa pendudukan Belanda yang kemudian menjadi pertambangan tradisional. Dalam perkembanganya daerah pertambangan ini kemudian menjadi daerah pemukiman warga. Dari sini dapat diketahui bahwa warga masyarakat desa Lanut merupakan pendatang dari daerah-daerah sekitar Sulawesi Utara.
Pada tahun 1993 desa Lanut masih dalam persiapan menjadi sebuah desa. Pada tahun 1996 sudah ditetapkan sebagai sebuah desa dengan kepala desa sebagai berikut;
1. Bpk. Syamsudin YT Mamonto (1996-2001).
2. Bpk. Luther Rambing (2001-2011)
3. Bpk Syamsudin YT Mamonto (2011- sampai sekarang).
Desa Lanut terbagi dalam empat dusun dengan pala-pala dusun sebagai berikut;
1. Pala dusun I: Bpk. Billy Tampi
2. Pala dusun II: Bpk. Melky Moningkey
3. Pala dusun III: Bpk. Edy Sengkey
4. Pala dusun IV: Bpk. Ronal Repi.
Ideologi dan keyakinan warga masyarakat desa Lanut berkaitan erat dengan pekerjaan mereka sebagai penambang. Yakni tentang ‘penjaga emas’. Meraka percaya bahwa emas yang mereka cari bukanlah milik mereka. Karena itu dalam bekerja menambang emas ada beberapa pantangan yang perlu mereka turuti sebagai rasa hormat dan penghargaan kepada ‘Tuan Rumah’. Di dalam lubang meraka boleh merokok tetapi tidak boleh membuang abu dan puntung rokok sembarangan. Para pekerja juga dilarang membawa dan minum minuman keras.
Dalam bidang politik Isue yang rentan dibicarakan disini adalah konflik antara penduduk lokal dan penduduk pendatang mengenai hak milik tanah tambang. Yang menjadi pemilik tanah di desa Lanut adalah warga masyarakat Mogondow. Sedangkan yang menjadi pendatang adalah masyarakat dari Minahasa. Banyak dari pendatang belum memiliki hak kepemilikan tanah yang jelas yakni belum memiliki sertifikat tanah. Dalam urusan penjualan tanah terdapat juga masalah yakni watak penduduk lokal yang sewaktu-waktu bisa mengambil atau menggugat lahan yang kini telah menjadi tempat pemukiman warga. Hal ini berbeda dengan adat dan budaya orang Minahasa.
Secara ekonomis warga desa Lanut mengantungkan kehidupan mereka pada pekerjaan manambang emas. Baik itu tambang pribadi maupun di perusahaan asing. Pekerjaan menggali emas bisa digolongkan sebagai pekerjaan tidak pasti dalam arti pendapatan yang mereka peroleh tergantung dari hasil usaha menambang. Faktor rezeki dan keberuntungan adalah hal yang perlu diperhitungkan. Terhadap keberuntungan ada yang berpendapat bahwa keberuntungan hanya bisa diperoleh oleh orang-orang yang berusaha. Artinya hanya orang-orang yang berusaha dengan sabar akan mendapatkan keberuntungan.
Kehidupan ekonomi mereka kelihatan juga dari pola rumah mereka. Mayoritas dari mereka membangun rumah dari kayu. Membangun rumah kayu dianggap lebih tepat untuk tanah lanut yang ‘bajalan’. Pemikiran dibalik pembangunan rumah kayu ialah tanah desa Lanut penuh dengan terowongan di dalamnya. Ini membuat tanah kadang ambruk dan itu tentu akan merusak rumah jika dibangun dari beton. Meski rumah dari kayu tetapi banyak dari mereka memiliki perlengkapan elektronik seperti motor, dan TV.
Desa Lanut memiliki prospek yang bagus bidang ekonomi ke depan nantinya. Hal ini telah dimulai dengan adanya program pemeritah dalam pelebaran jalan desa. Jalan ini nantinya akan menjadi akses warga yang mana mampu memperlancar dan memfasilitas kegiatan ekonomi warga desa. Selain pertambangan warga desa Lanut juga memiliki mata pencharian perkebunan seperti jagung, kacang-kacangan, cengkeh, Kopi, coklat dan Kelapa.
Dalam bidang pendidikan Desa Lanut telah memiliki sarana pendidikan antara lain sebuah Sekolah Dasar Negeri dan sebuah SMP. Untuk tingkat SMA putra-putri Lanut melanjutkannya di luar desa seperti di Modayag atau Manado. Tingkat pendidikan di tengah masyarakat belum diperhatikan dengan baik. Hanya 5% warga desa yang telah menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi. Dan mayoritasnya hanya menyelesaikan pendidikan sampai pada bangku SD. Hal ini dapat dimengerti dari mata pencharian mereka. Kebanyakan mereka datang ke Lanut hanya untuk bekerja sebagai penambang.
Dalam bidang kebudayaan dapat diamati dari bahasa yang digunakan yakni bahasa melayu Manado dan dengan dialek Minahasa. Hal ini disebabkan oleh identitas mereka sebagai warga pendatang yang kebanyakan datang dari Minahasa. Tetapi demikian bahasa setempat sangat mempengaruhi percakapan dalam keseharian mereka. Oleh karena mayoritas penduduk berasal dari Minahasa maka hal ini mempengaruhui juga ritual-ritual yang mereka lakukan. Tetapi demikian kesadaran mereka akan adanya tuan tanah membuat mereka menaruh penghargaan juga pada tradisi setempat yakni Boltim.
Dalam bidang keagamaan secara statistik sosio-religius di desa Lanut dapat dilihat sebagai berikut:
No. Agama Persentase (%) Etnis Mayoritas Tempat ibadah
1 Protestan 30 Minahasa 3
2 Pantekosta 20 Minahasa 3
Pentakosta 10 Minahasa 2
Advent 3 Minahasa 1
Katolik 7 Minahasa 1
Muslim 30 Mongondow; Jawa; Bugis; dan Gorontalo 3
(Data Pemeluk Agama desa Lanut)
Kerukunan umat beragama didukung juga oleh organisasi-organisasi sosial yang ada seperti adanya ‘rukun keluarga’ dengan anggota yang multi religius. Ada beberapa organisasi sosial kemasyarakatan yang hidup dalam masyarakat Lanut. Rukun Remboken misalnya yang merupakan kelompok solidaritas antar sesama masyarakat yang berasal dari Remboken yang telah berdiri selama dua puluh tahun. Kegiatan mereka antara lain beribadah bersama, mengumpulkan dana duka dan dana simpan-pinjaman. Kelompok ini memiliki struktur organisasi yang jelas. Adanya rukun ini didasarkan pada kesadaran untuk saling membantu dan menolong sesama warga dalam keadaan yang mendesak seperti kedukaan.
Adat perkawinan masih mengikuti daerah asal. Untuk warga yang berasal dari minahasa masih melakukan adat perkawinan dan kematian secara minahasa dan juga sebaliknya mereka yang berasal dari Mongondow. Peleburan kebudyaan nampaknya kurang dirasakan oleh karena faktor keagamaan. Mayoritas mereka yang berasal dari Minahasa beragama Kristen sedangkan yang berasal dari Mongondow; Jawa; Bugis dan Makasar beragama Islam.
I.2. Gambaran Umum Umat Stasi Desa Lanut
Stasi Lanut terbentuk pada tahun 1989 ketika para penambang dari berbagai daerah di Minahasa berkumpul untuk beribadah bersama-sama di rumah umat. Tetapi pada waktu itu belum menjadi sebuah stasi. Pada awalnya terbentuknya umat stasi Lanut terdiri atas sekitar 20-an KK. Tokoh pendiri yang berjasa waktu itu adalah Bpk. Benediktus Sales (alm) yang berperan sebagai pemimpin ibadah.
Nama stasi memiliki sejarahnya yakni mengambil nama Ratu Rosari Suci bertepatan dengan bulan Rorasio (Oktober). Peletakan batu pertama untuk bangunan gereja dilakukan pada bulan November 1990. Pada awal terbentuknya stasi Lanut dipimpin oleh Bpk. Marsel Wenur. Setelah itu berturut-turut diganti oleh Bpk. Benediktus Sales, Ibu Vony Kalloh, Ibu Yenny Angkow, dan terakhir Bpk Rony Karwur. Dan struktur kepengurusan stasi pada masa sekarang dapat dilihat sebagai berikut; Ketua Stasi: Bpk. Rony Karwur; Sekretaris : Ibu. Hetty Salles; Bendara : Bpk. Jefry Purun; dan Sie. Liturgi: Ibu Theresia Kaloh dan Ibu Heisye Thalib.
Umat di stasi ini sedikit tetapi sulit diatur. Itulah kalimat pertama yang saya dengar dari tokoh umat di stasi ini. Pernyataan tadi menggambarkan hubungan yang terjadi diantara 12 KK umat stasi Lanut. Hubungan antara pemimpin dengan umat dapat dikatakan sebagai hubungan yang serba hati-hati. Perasaan umat harus dijaga dan diperhatikan oleh pemimpin. Sebab umat memiliki tipikal yang cepat tersinggung dan bersikap acuh. Jika disakiti maka gereja akan menjadi sepi.
Dalam badan kepengurusan stasi masih nampak kurang adanya kerja sama. Tetapi demikian dapat dilihat hal-hal yang baik dari badan kepengurusan yakni niat untuk menghidupkan umat dan sekaligus usaha untuk membangun gereja. Sering pernyataan ini dilontarkan mereka, ‘kami mau biarpun kami sedikit tetapi kami menjadi kuat’.
Key person dalam stasi dapat dilihat dari sikap umat terhadap bendahara. Bendahara memiliki pengaruh dalam stasi karena secara ekonomis sebab mereka memiliki tambang pribadi. Pengaruhnya tidak saja dikenal di kalangan umat stasi tetapi juga masyarakat desa pada umumnya. Selain bendahara masih ada ketua stasi dan sekretasi karena peran mereka dalam badan kepungurusan stasi. Mereka ini didengarkan oleh umat stasi.
Hubungan dengan pastor paroki dapat dikatakan sebagai hubungan yang akrab. Meski pastor hanya mengujungi umat dua kali sebulan waktu itu dimanfaatkan dengan baik oleh umat. Biasanya pastor tiba setengah jam sebelum perayaan Ekaristi dan bercerita dengan umat. Demikian juga selesai misa selalu dilanjutkan makan bersama umat dengan pastor meski sering dihadiri oleh beberapa umat dan pengurus stasi. Di sini biasanya ada dialog yang lebih antara pastor dengan pengurus tentang keadaan umat dan rencana kegiatan di stasi.
Umat memiliki hubungan yang baik dengan warga masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan oleh ikatan kekeluargaan dan daerah asal sebagai pendatang sehingga meski berbeda agama mereka tetap akrab satu dengan yang lain.
Umat stasi memiliki kegiatan rutin seperti ibadah kunjugan keluarga dan juga ibadah sekami. Pada bulan November telah dilantik kepengurusan KBK dan WK tetapi sampai sekarang belum dijalankan kegiatan dari masing-masing kelompok tersebut.
Kegiatan-kegiatan rutin stasi dalam Panca perutusan Gereja:
a. Koinonia
Persatuan dan persaudaraan umat disini nampak pada waktu berkumpul bersama misalnya pada waktu ibadah dan juga pada waktu misa. Dan juga pada kesempatan makan bersama dimana umat membawa makanan dari rumah dan dimakan bersama dengan pastor. Demikian juga ketika diadakan kegiatan ibadah pantai umat biasanya menyediakan makanan untuk dimakan bersama. Di luar gereja persatuan itu tetap terjaga dengan baik yakni adanya inisiatif dari ketua stasi yang selalu meluangkan waktu offnya untuk mengunjungi umat. Selain ketua stasi ada juga beberapa umat yang memiliki kebiasaan baik untuk mengunjungi sesama umat.
b. Kerygma
Katekese per kasus oleh pastor paroki pada waktu homili dan oleh katekis pada waktu memimpin ibadah, kunjungan umat dan ibadah sekami sesuai dengan tema perayaan. Misalnya tentang Maria, orang kudus dan mendoakan arwah orang beriman. Dan juga disesuaikan dengan kebutuhan umat misalnya tentang sakramen perkawinan Katolik. Katekese tentang sakramen perkawinan merupakan sebuah katekese yang penting karena dalam lingkungan kehidupan umat katolik di Lanut terdapat beberapa kasus perkawianan yang belum beres. Untuk kalangan sekami, katekese diarahkan pada beberapa ajaran iman yang dasar seperti doa-doa katolik (Doa Angelus, Pater Noster, Ave Maria) dan juga pada sturktur hirarki dalam gereja Katolik. Dan dalam kesempatan kunjugan dan ibadah saya selalu mengingatkan mereka bahwa apa yang kita lakukan itu nerupakan pertama-tama menjadi kesaksian bagi anak-anak kita akan gaya hidup orang katolik yang sejati yakni saling mengunjugi, mendoakan, dan bekerja sama.
Hal ini dirasa perlu untuk dilakukan mengingat pengetahuan tentang iman mereka yang masih kurang. Rata-rata umat stasi tamatan SMP dan hanya beberapa yang tamatan SMA.
c. Martiria
Aspek martiria dari umat nampak dari pemberian diri umat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan liturgia. Dalam ibadah keluarga umat bersemangat untuk mengunjungi rumah umat dan beribadah bersama sekalian rumah jaraknya jauh. Ibadah kelaurga ini biasa dilakukan pada hari minggu setelah selesai ibadah hari minggu di Gereja.
Pemberian diri itu nampak juga dalam pemberian waktu, tenaga dan juga biaya untuk kegiatan ibadah keluarga dan kerja-kerja bakti. Awalnya pemberian diri untuk kerja bersama ini masih kurang tetapi sekarang umat sudah tidak banyak mengeluh tetapi melihat itu sebagai bagian dari partisipasi mereka untuk Gereja. Disini mereka menyatakan diri mereka sebagai sebuah persekutuan.
d. Diakonia
Aspek diakonia nampak dari kegiatan kunjungan ibadah keluarga dimana semua umat pergi beribadah bersama di rumah umat. Aspek ini nampak juga dalam kunjugan sakramen untuk orang sakit dan para janda. Biasanya pelayanan sakramen dilaksanakan pada waktu ada kunjungan misa oleh Pastor. Tetapi jika hanya ibadah maka saya dan beberapa umat biasa singgah di rumah janda dan mendoakannya. Perhatian mereka kepada yang papa dan miskin nampak juga dalam doa-doa bersama begitu juga pada kesempatan memimpin doa makan dalam kunjugan umat, dengan mendoakan orang-orang yang susah juga mencoba mengarahkan pikiran dan perhatian umat juga mendoakan mereka yang susah dan menderita.
e. Liturgia
Aspek liturgia nampak dalam ibadah bersama umat yakni dalam Ibadah Hari Minggu di Gereja, Ibadah Keluarga, Rosario dan Perayaan Ekaristi. Ibadah hari minggu mengikuti jadwal misa dari pastor paroki yakni dua minggu dalam sebulan. Ibadah sabda mengisi kekosongan dari jadwal pelayanan dari pastor paroki. Selesai ibadah sabda dilanjutkan dengan kunjugan ibadah keluarga yang mana melibatkan seluruh umat yang hadir. Ibadah rosario selama bulan Oktober dilakukan secara bergilir di rumah umat yang waktunya disesuaikan dengan permintaan umat. Partisipasi umat dalam kegiatan ibadah dan misa sangat baik. Mereka sudah mulai berani untuk mengambil bagian dalam petugas liturgi. Sementara kehadiran dalam ibadah dan misa untuk beberapa KK masih belum maksimal. Ada yang belum menyadari akan perlu bersyukur kepada Tuhan melalui ibadah dan misa. Dan ada umat yang masih merasa minder karena perkawinan mereka yang belum beres.
II. Bentuk Katekese Pastoral
II. 1. Permasalah dalam Kehidupan Umat.
II.2. Cluster dalam Panca Perutusan Gereja
II.3. Masalah Pokok
II.4. Tujuan.
Penutup
Umat stasi Lanut memiliki latar belakang pekerjaan sebagai pekerja tambang emas. Hal itulah yang menarik mereka datang dan menetap di Lanut. Pekerjaan mereka sebagai penambang berpengaruh juga pada kehidupan sosio-religius mereka. Hal ini nampak ketika ada kerja bakti bersama ataupun kegiatan kebersamaan di tengah umat. Kehadiran mereka dirasa masih kurang dan itu menjadi kesadaran mereka juga.
Kehidupan gereja mereka boleh dikatakan sebagai kegiatan yang biasa-biasa saja. Kegiatan yang dilakukan itu antara lain ibadah dan misa bersama, serta kunjungan ibadah keluarga. Kegiatan kelompok kategorial yang berjalan hanyalah kelompok sekami. Sementara kelompok Mudika, KBK dan WK belum berjalan secara maksimal. Hambatan yang bisa dilihat adalah pekerjaan mereka yang menyita banyak waktu dan tenaga mereka.
Situasi ini menjadi juga kesadaran dan pergumulan mereka yang nampak dalam setiap sharing mereka. Hal inilah yang menjadi peluang bagi perkembangan kehidupan gereja di Stasi Lanut.
Kehadiran saya di sana hanya sebagai pengerak untuk menyatukan dan mewujudnyatakan harapan yang tertanam dalam hati umat.
Dalam pengalaman selama berada di tempat KKN saya juga belajar menjadi diri saya sendiri Persoalan di tengah umat yang saya kunjungi memberikan kepada saya tantangan dan dorongan untuk menjadi yang terbaik. Kesadaran akan siapa saya dan untuk apa saya hadir di tengah umat selalu menjadi dasar dari sikap dan kehidupan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar